3rd Day Trip: Panen Pinus Sampai Cheng Hoo Meet Londo


Libur belom usaiiiii... Dan sesi liburan kali ini berlanjut dg rencana mengunjungi kebun strawberry, Goa Lawa and then Batu Raden. Wuih kalo terlaksana semua bakal puas lahir batin. Tapi tereksekusi kah?

Ini mungkin bakal jadi postingan paling terlambat sepanjang masa, tapi lebih baik terlambat daripada kalian harus melewatkan cerita terajib sepanjang masa. Check this absurdity out!
Semangat 45 udah membara begitu bangun dan matahari menyambut kita dengan cerah. Oh men nggak ada liburan yg mengharapkan hujan. Tak mau menyianyiakan hari kita langsung meluncur ke kebun strawberry. Letaknya di Pratin, kaki Guning Slamet sisi Timur. Begitu menanjaki daerah Pratin, matahari mangkir di atas mendung dan breeees, ujan turun. Beruntung nggak lama sih. Sesampainya di kebun strawberry, ternyata ada banyak lokasi agrowisata kebun strawberry yg menawarkan sistem free makan di tempat sepuasnya! Cukup bayar tiket masuk yg berkisar antara 10k-20k. Wow... banyangin aja, sepanjang jalan disuguhi strawberry yg siap dipetik dan langsung makan, terhampar luas. Kamu bisa petik sesuka hati. Lalu strawberry besar dalam genggaman, ya besarnya segenggaman tangan. Warnanya merah merona berkilau dengan bulir-bulir lembut diatas kulitnya, memancing kelenjar liur bekerja ekstra. Saat gigimu mulai menggores ujung strawberry, aroma segar menguap, rasa asam lumer di mulut. Begitu kresss... air buah tumpe-tumpe bersama serat buah lembut mendarat di ujung bibir.
Sayang cuma bayangin.
Karena yang sesungguhnya terjadi adalah ini bukan musim berbuah :'( Nggak satu pun strawberry nongol, jangankan nongol, berbunga aja nggak. Eh tapi ada sih yang lagi musim disana, kol atau kubis. Tau kan? Cuma nggak bayangin aja kalo kebun kol dikonsep kaya kebun strawberry. Dateng ke kebun dengan hamparan kol, terus petik sendiri pake tangan. Dan kol yang gedenya dua kepal, aku makan ditempat. Krrriukkk... uh crispy tuh kayaknya. Anyone? atau coba peluang usaha? unik juga kayaknya.
Kecewa? Jelas, jadi sebagai gantinya,begitu nyampe hutan pinus kita mampir. Mau petik pinus terus langsung makan sepuasnya di tempat? Nggak lah kali ini buat hunting foto. Buat kita bertiga, mengabadikan moment itu wajib. Jujur sih aku nggak suka kalo ada yg bilang suka poto-poto itu narsis. Itu nggak sesuai dg prinsip narsis men. Narsis itu mengagumi diri sendiri secara berlebihan. Sementara kalo aku foto itu bentuk kekaguman sekaligus rasa syukurku pada keindahan dunia ciptaan Tuhan dan aku pernah di sana. Begitu pula poto di tempat jelek, itu sebagai pengingat apa yg telah kita rusak tanpa mensyukurinya. Kedua, ini bukan sekedar tentang dimana kita memotret dan apa yg kita potret. Tapi tentang kapan. Yap kapan kita memotret adalah satu kali yang nggak akan terulang kedua kalinya.
Because "Take a picture is about freeze the moment and reminding"
Biar nggak foto-foto doang, kita lanjut perjalanan ke goa Lawa. Dimanakah itu? dari hutan pinus, kita masih harus merangkak naik lagi. Nggak begitu jauh sih, tapi kita harus masuk dalam kabut tebal dengan jarak pandang 2-3 meter doang. Pernah liat gunung yang separo badannya ketutup kabut? Nah kita nyemplung di dalemnya coy. Kaya trilogi twiligt gitu sih :P Sayang, aku berdarah panas, ibarat Twiligt aku adalah bangsa srigala hahaha, kaya si Jacob. Bisa bayangin anak pesisir yang biasa kena panas lebih dari 27 derajat celcius harus ngrasain suhu dibawah 10 derajat celcius, naik motor tanpa kaos kaki, kaos tangan dan jaket tebal. Beneran bisa beku kalo cuma diem di motor. Nggak mau mati beku, kita langsung pake jas ujan. Lumayan lah, walopun jari-jari udah mati rasa, ngegas motor aja statis boook. Ngeeeeeeeeng....
And voilaaa!!! Kita sampe di goa Lawa, hmm, kalo tadi berasa twiligt sekarang berasa uji nyali. Karena bahkan kita udah memasuki gerbang, kita ngga liat tanda" objek wisata yg amazing dengan dipayungi gunung Slamet. Yang ada adalah penyambutan mistis kaya foto di bawah ini.
Sebelum uji nyali, aku dan dini menyempatkan pose di depan gerbang lokasi sbg dokumentasi kalo kenapa" eh.
Aku nyengir bahagia karena aku rasa kita bakal mengalami petualangan syerina eh hebat maksudnya. Semantara dini keliatan ketakutan gitu ya? ya emang dia perasaannya sensitif, sensitif sama hal" halus, kaya cinta. Oke kembali pada goa yg kita telusurin. woah gila men, sumpah kalian ngga bakal percaya dg apa yg aku liat dan alami, sampe susah dijelasin dg kata-kata, dibanding uji nyali di daerah terseram di Indonesia, yg ini beeeeuh jauuuh. Goanya panjang meeen, udah gitu kalian harus muter-muter, nyebrangin lorong air, nunduk-nunduk gara-gara stalaktit dan stalikmit goa, sampe keluar masuk bukit gitu. Goa ini dulunya dijadiin tempat persembunyian para ulama penyebar agama Islam di jaman kerajaan Majapahit. Usut punya usut ternyata disebut goa lawa karena salah satu bagian goa berbentuk dada kelelawar dan ini beneran.
That's why called Goa Lawa
Ngga mau cerita banyak, cukup pamer dan semoga bikin kalian pengen yaaa....



Belum kelar. Buat aku everywhere is destination. bahkan masjid dipinggir jalan yang niatnya numpang berteduh doang disana, bisa jadi destinasi wisata, wisata rohani. Wahaha sok alim boleh lah. Tapi masjid yang kita kunjungi di perjalanan pulang ini ngga sembarangan masjid, tapi emang punya nilai estetik. Namanya Masjid Muhammad Cheng Hoo. Nah loooo, dari namanya aja udah nyleneh, semacam kontra. Yes karena masjid ini didirikan oleh Persatuan Islam Tionghoa Indonesia. Wuaoow proud to be Indonesian moslem yeah. Dan walopun bukan muslim yang benar-benar taat (read: masih belajar menuju ke sana, auwaah), selalu suka dengan ragam agama yang bisa bersanding dengan etnis dan budaya. Sounds great and rich, isn't? Ibarat kopi, susu, sedikit karamel dan kadang coklat. Damai. Jauh dari kesan kekarasan, pemberontakan, teror etc. Dan kalo udah gini hal-hal itu jadi ngga rasional kan, jadi kenapa harus kopi pahit kalo bisa jadi cappuccino atau mocca.
Back to topic. Udah pasti masjid ini dibangun dengan arsitektur bergaya Tionghoa, tanpa mengurangi kemegahan rumah Allah. Nama masjid ini pun udah ngga asing lagi, secara diambil dari nama laksamana Tiongkok yang beragama Islam dan memimpin pelayaran besar ke Indonesia. Siapa lagi kalo bukan Laksama Cheng Hoo. 
Islam, Tionghoa dan Londo eh Jawa ding
Ngga banyak foto yang kita ambil di sana, karena kondisinya emang lagi hujan dan kita cuma bentar. Kalo penasaran bisa lah singgah sembari menikmati kayanya Indonesia, selama belum bisa menciptakannya sendiri :)

No comments:

Post a Comment