Terlalu banyak yang murahan. Lihat yang diobral dari pagi hingga pagi lagi, tempat bukan sarana lagi, karena mereka tidak memajang tapi jelas terpampang
Kenapa harus jadi murah kalo Tuhan menciptakan kita dengan amat mahal?
Dari bahan yang nggak bisa dibeli di toko manapun, dengan komposisi tak tertakar, melalui proses rumit yang nggak dapat dilakukan oleh Einstein atau mesin termutakhir sekalipun. Tuhan harus menyisihkan rusuk pria terlabih dahulu, tanpa mengurangi atau menyakitinya. Lalu mulailah mengkolaborasikan sari pati tanah, dan menanamnya dimedium terkokoh, rahim. berkembanglah embrio, menjadi segumpal darah, segumal daging, mengeras bersama belulang. dan entah bagaimana pula Tuhan menyertakan nyawa, hidup dan tumbuh. Sampai keluar menjamah udara bumi disempurnakan dengan fisik dan psikisnya. Akal, pikiran dan perasaan. Dan prosesnya belum berhenti, sampai sekarang.
Tak satupun pria yang sanggup mengandung ruangan terkokoh dalam perutnya. tak satupun pria yang mendapati surga di telapak kakinya. menyusui, memutuskan dengan perasaan, mengalami pesakitan tiap bulannya, menutup rambutnya sebagai aurat.
Bodoh nya kita yang rela dijadikan atau menjadikan diri kita murah dan mudah untuk siapa saja. Lantas dimana spesialnya kita?
Dengan menjadi mahal, aku menghargai diriku, mensyukuri anugrah-Nya dan menikmati sebagai ciptaan terindah-Nya, aku, wanita.
Kenapa harus jadi murah kalo Tuhan menciptakan kita dengan amat mahal?
Dari bahan yang nggak bisa dibeli di toko manapun, dengan komposisi tak tertakar, melalui proses rumit yang nggak dapat dilakukan oleh Einstein atau mesin termutakhir sekalipun. Tuhan harus menyisihkan rusuk pria terlabih dahulu, tanpa mengurangi atau menyakitinya. Lalu mulailah mengkolaborasikan sari pati tanah, dan menanamnya dimedium terkokoh, rahim. berkembanglah embrio, menjadi segumpal darah, segumal daging, mengeras bersama belulang. dan entah bagaimana pula Tuhan menyertakan nyawa, hidup dan tumbuh. Sampai keluar menjamah udara bumi disempurnakan dengan fisik dan psikisnya. Akal, pikiran dan perasaan. Dan prosesnya belum berhenti, sampai sekarang.
Tak satupun pria yang sanggup mengandung ruangan terkokoh dalam perutnya. tak satupun pria yang mendapati surga di telapak kakinya. menyusui, memutuskan dengan perasaan, mengalami pesakitan tiap bulannya, menutup rambutnya sebagai aurat.
Bodoh nya kita yang rela dijadikan atau menjadikan diri kita murah dan mudah untuk siapa saja. Lantas dimana spesialnya kita?
Dengan menjadi mahal, aku menghargai diriku, mensyukuri anugrah-Nya dan menikmati sebagai ciptaan terindah-Nya, aku, wanita.
Welcome to the Real
Purbalingga!!!
Setelah menguapkan semua asam-asam dalam urat yang muncul diperjalanan
Solo-Purbalingga, ini hari pertama aku, Dini, Della menikmati liburan di
Purbalingga. Sayangnya hari ini baru
kita mulai pukul 8 atau 9 pagi gitu, maksudnya bangun kesiangan haha.
Beruntungnya, begitu kita bangun meja diruang tamu udah dipenuhi dengan pisang
goreng dan singkong hangat, eh plus seteko teh hangat ful. Nggak ketinggalan di
meja makan beraneka lauk udah pasrah buat disantap. Hah pantes aja tidur
rasanya terusik oleh beragam aroma yang memancing kelenjar air liurku dan
menyebabkan kelaparan sangat di pagi yang mendung ini. Nah ini nih jadi jurus
jitu yang mau liburan ngirit.
“Carilah kenalan di
daerah di mana kalian berlibur”
Kaya aku gini
berhubung kita ngegebet Dini yang Purbalingga tulen, maka bisa ngirit di
akomodasi. Contohnya tempat tinggal kita udah nggak perlu mikir sewa, mandi
sampe cuci pakaian. Makan pun bisa lebih ngirit.
Buru-buru deh kita sarapan, mandi dan merencanakan kegiatan hari itu. Well,
mau kemana kita? Setelah browsing di
internet gitu sama ngulik-ngulik informasi dari ibunya Dini yang tau luar
dalemnya Purbalingga, kita pun memutuskan singgah ke Aquarium Nusantara, bener
nggak ya namanya? Agak lupa sih hehe -_-“ . Intinya di tempat itu ada display
beraneka jenis ikan, terutama ikan yang unik-unik. Ukurannya abnormal, bentuk
tubuhnya aneh, sisiknya bercorak, face
nya manyun-manyun kalo nggak mewek.
Sayangnya tepat saat memasuki area wisata ini… Breeeeees!!! Tiba-tiba ujan
deras mengguyur, untungnya aquariumnya indoor, jd bebas melenggang. Cukup bayar
10k kita bisa juga menikmati Exotic Bird Park, taman burung gitu deh.
Sebenernya wisata ini pas banget buat anak-anak, selain belajar jenis-jenis ikan
dan burung, meraka bisa berenang, atv, naik kapal atau bebek-bebekan yang
muterin danau buatan gitu. Berhubung masa kecil kita bertiga belum pernah
menikmati liburan kaya begini, nggak salah dong kalo sekarang kita nyobain.
Look, I have beak! seems like you (bird), isn’t?
|
Setelah muter-muter dan poto-poto, kita memutuskan buat naik satu wahana
yang paling menantang, memacu adrenalin. Wah kalo mau naik ini kalian harus
cukup umur, keseimbangan baik, nggak mabok laut, punya skill mengayuh, nggak boleh kelebihan berat badan tapi punya tenaga
kuli. Itu syaratnya kalo mau naik……
Bebek-bebekan!!!
Kita nyewa 1 kapal
bebek-bebekan doang seharga 10k. Emang muat? Muat dong, meski awalnya sempet
diragukan sama Mas nya yg jaga, kan kita memenuhi kualifikasi nggak kelebihan
berat badan. Tapi karena aku nggak punya tenaga kuli kaya Della sama Dini, jadi
aku duduk di tengah sambil ngemudiin tuas kapal, sementara mereka yg ngayuh.
Hehehe. Setelah semua duduk, aman. Kita bisa jaga keseimbangan. Begitu mulai
dikayuh….
“Berat!!!” kata Della
sama Dini
Dua temanku, wanita super bertenaga kuli :P |
Aku enjoy-enjoy aja sih.
Mulai nggak enjoy, setelah perahu bebeknya melaju terus ke tepi danau, dan
nggak mau belok atau mundur. Kita stuck! Kita mulai sedikit panik! Gimana nggak
panik? Di tengah-tengah danau dengan kondisi nggak bisa ngendaliin perahu bebek
yang mulai terobang-ambing oleh ombak. Bayangkan meeeeen! Menantang banget tuh.
Saat rasa panik muncul, adrenalin terpacu, kita pun berusaha sekuat tenaga, Della
dan Dini mengayuh perahu, sementara aku mengedalikan arah perahu. Sukses
mengarungi danau selam + 15 menit, kita bertiga mulai kelaparan. Rencana
ke Museum uang kita batalkan dan segera meluncur ke penjual mie ayam terdekat.
Nggak sampe 5 menit
dari akuarium tadi, kita udah sampe di warung yang ramai. Nama warungnya lupa,
tapi tepatnya terletak di jalan arah
kota Purwokerto sebelah kanan jalan. Tempatnya kecil tapi beberapa mobil
memenuhi parkirannya. Hmm… kira-kira seenak apa kah?
Karena sangat
kelaparan aku sama Della pesen mie bakso. Tak disangka mie ayam yg satu
ini bukan mie ayam biasa :o Super
sekali! Begitu datang bersama mangkuknya… WOW!!! Menggunung pangsit basah, mie
dan pangsit goreng dalam 1 mangkuk, pluuus satu mangkuk lagi kuah dan bakso.
Sampe tumpeh-tumpeh ciiiin :9 Pantes aja rame, porsi kuli men dan harganya
6ribu atau 7 ribu gt per porsi mie bakso. Soal rasa terjangkaulah. Recommended banget
buat kalian yg pegang teguh prinsip anak rantau. Enak dilidah, kenyang di
perut, ringan di ongkos.
Kita sempet terkapar
selama beberapa jam di warung itu. Hujan, kenyang makan anget-anget, angin
semilir dari sawah, tinggal tidur aja. Apalagi kita nggak tau mau kemana lagi.
Berhubung deket Purwokerto, kita menghabiskan sore muter-muter Purwokerto. Liat-liat Unsoed, mampir ke toko aksesoris
yang murah meriah, muter-muter ke mall.
Hari ini belom
berakhir, malem harinya giliran menikmati Purbalingga. Setelah sholat maghrib
skalian nyuri poto-poto di Masjid Agung Purbalingga, kita menikmati alun-alun
kota. Suasananya mendukung banget, malam dengan kerlapnya lampu kota, bising
lalu lalang kendaraan dengan jalanan basah dan bau hujan, sedikit cimol dan
semangkuk wedang ronde hangat.
Sufi dan malam di Alun-Alun Purbalingga |
Cukup dengan
mengganjal perut kita lanjut lagi ke Stadion, kebetulan lagi ada pasar malem.
Della pengen nyoba naik kora-kora. Seingetku, pertama dan terakhir kali naik
kora-kora dipasar malem, semester 1 tahun lalu adalah the worsh idea. Tanpa pengamanan sama sekali, kita cuma duduk di
bangku kayu dan pegangan bangku depannya. Terus bunyinya ngiiik… ngiik… Baru parkir, kita udah memutuskan ganti wahana,
karena kora-kora disini keliatan lebih parah. Kita naik wahana yang terlihat
manis dan kalem, bianglala. Tiket seharga 5k per orang ternyata kematian juga. Dan
lagi-lagi 3 in 1, kita bertiga naik satu kurungan bianglala. Dan rasanya kaya
masuk sangkar burung, kecil rapuh. Pas mulai muter, naik, naik, terdengar
ngik-ngik lagi, dan kurungannya mulai goyang-goyang. Sampe posisi paling atas
dan wuuuuus “Aaaaaah… ibuk…ibuk!!!” sangkar bianglala tambah horor dengan
teriakan Della yang ketakutan. Deriknya semakin kencang mengikuti putaran yang
semakin kencang. Sementara dada berdesir miris, kaki serasa mengambang jauh
dari tanah. Justru horor kalo naik bianglala kakinya napak tanah. Serius deh. Nggak lama teriakan
Della diikuti tangisan men. Nggak Cuma satu tapi banyak. Hiiii….
Ternyata gegara
teriakan Della, banyak adek-adek dalam sangkar lain ikut nagis. Del del,
ngakunya aja berparas preman -___-
Suara ngikngik itu berasal dari biangkeladi
dibelakangku
|
Begitulah hari ini
ditutup dengan suara serak, setelah teriak-teriak dalam bianglala. Bianglala,
oh biang keladi. Oya satu lagi, kalo ada yg bilang 3 in 1 itu enak, itu
penipuan! 3 in 1 itu kematian, tapi recommended buat yg pengiritan.
backpacker
holiday
Indonesia
purbalingga
tips
touring
traveling
vacation
wisata alam
wisata kuliner
wisata murah
1st Day Trip: 10 Jam Bersama "Jupe"
posted on
Ngapak!
Yak itu salah satu kekhasan dari kota
yang aku singgahi beberapa hari lalu. Ada yang
tau kota apa
itu? Tegal? Cilacap? Banyumas? Purwokerto? Purbalingga? Kebumen? Hmmm,
semua daerah di Jawa Tengah bagian Barat Daya memang berbahasa ibu
"ngapak", tapi mengubek-ubek Purbalingga dan Purwekerto menjadi
pengisi liburan awal 2014 ini. Setelah jauh hari merencanakan liburan, camping
ke pantai, liat sunrise dan borobudur dari bukit dan berakhir pada pada
destinasi yang sama sekali nggak direncanakan. Tanpa persiapan bukan berarti tanpa
alasan.
Subscribe to:
Posts (Atom)